Padalalat Drosophila betina, Anda dapat dengan mudah mengelompokkan 8 buah kromosom dalam empat pasangan. Akan tetapi, pada lalat jantan, hal tersebut berbeda. Anda dapat mengelompokkan enam buah kromosom dalam tiga pasang kromosom sama, tetapi masih terdapat dua kromosom yang tidak mirip. Kedua kromosom ini, yaitu kromosom X dan Y. Drosophilasp. berkelamin jantan atau betina ditentukan oleh kromosom seks/kelamin. Mekanisme pewarisannya serupa dengan yang terjadi pada manusia yakni ditentukan oleh sistem kromosom XY dan XX. Jadi, Drosophila jantan memiliki krmosom XY sedangkan Drosophila betina memiliki kromosom X X. Drosophila jantan membentuk sel kelamin dengan dua macam sel kelamin yaitu sperma yang mengandung Didalam sel somatisnya, individu betina memiliki dua buah kromosom X sementara individu jantan hanya mempunyai sebuah kromosom X. Jadi, hal ini mirip dengan sistem XY. Bedanya, pada sistem XO individu jantan tidak mempunyai kromosom Y. Dengan demikian, jumlah kromosom sel somatis individu betina lebih banyak daripada jumlah pada individu jantan. Berbedadengan lalat Drosophila jantan XO belalang jantan XO bersifat subur, sedangkan Drosophila jantan XO bersifat mandul. Belalang betina memiliki sepasang kromosom-X sehingga ditulis XX. Sumber: Biology for Advanced Level, Glenn and Susan Toole Gambar 5.11 Sickle cell Di unduh dari : Kelas XII 133 . Ilmu genetika mempelajari bagaimana proses dan struktur genetik yang ada pada tubuh makhluk hidup. Struktur genetik yang ada makhluk hidup dapat memberikan fisiologi yang berbeda, seperti bentuk tubuh, kulit bahkan dapat menentukan jenis kelamin. Berbicara mengenai penentuan jenis kelamin, identifikasi ini banyak digunakan dalam proses pengusutan kejadian kriminal atau bahkan mengidentifikasi korban kecelakaan. Dalam ruang lingkup antropologi dan kedokteran forensik yang dilakukan dapat menggunakan berbagai metode. Metode yang digunakan diantaranya melalui metode karakteristik morfologi, metode morfometrik pengukuran, pemeriksaan histologis, serta pemeriksaan analisis DNA baik melalui tulang maupun gigi. Dalam buku Suryo, 2008 bahawa dalam manisua dan ayam memiliki mekanisme yang berbeda dalam penentuan jenis kelamin. Dalam hal ini mamalia, individu jantan bersifat heterogamete XY sedangkan betina bersifat homozigot XX. Berbeda dengan ayam, individu jantan homogamet ZZ sementara individu betina heterozigot ZW. Perbedaan penetuan jenis kelamin ini berbeda tiap jenis makhluk hidup. Ada beberapa metode penentuan jenis kelamin dianataranya A. Sistem XY System ini ditemukan pada tumbuhan, hewan dan manusia. Genosom X lebih besar dibandingkan genoson Y. XX sebagi betina, sedangkan XY sebagai jantan. Keromosom manusia dibedakan atas autosom dan kromosom kelamin. Sel tubuh manusia mengandung 46 kromosom yang terrdiri dari 44 22 pasang autosom dan 2 atau 1 pasang kromosom kelamin. B. Sistem XY pada Drosophila Drosophila banyak digunakan untuk penelitian genetika, karena Mudah dipelihara pada media dan sushu kamar Mempunyai siklus hidup yang pendek, kira- kira 2 minggu Mempunyai tanda kelamin sekunder yang mudah dibedakan Mempunyai 8 kromosom, sehingga mudah menguhitungnya Drosophila menggunakan system XX untuk betina dan XY untuk jantan. C. Sistem XO System XO dijumpai pada beberapa jenis serangga, misalnya belalang. Di dalam sel somatisnya, individu betina memiliki dua buah kromosom X, sementara individu jantan mempunyai sebuah kromosom X. Hal ini sama dengan system XY, namun bedanya sitem XO individu jantan tidak mempunyai kromosom Y. dengan demikian, jumlah kromosom sel somatic individu betina lebih banyak daripada jumlah pada individu jantan. Sebagai conton Watson menemukan bahwa sel somatic serangga promoter betina mempunyai 14 kromosom, sedangkan pada individu jantan hanya ada 13 kromosom. D. System XA Bridge melakukan serangkaian penelitan mengenai jenis kelamin pada Drosophila. Dia berhasil menyimpulkan bahwa system penentuan pada jenis kelamin organisme tersebut berkaitan dengan nisbah banyaknya kromosom X pada bagian autosom, dan tidak adanya hudungan dengan kromosom Y. Dalam hal ini kromosom Y hanya berperan mengatur fertilisasi jantan. Secara ringkas penentuan jenis kelamin dengan system X/A pada lalat Drosophila dapat dilihat dalam table berikut. Tabel Penentuan jenis kelamin pada lalat Drosophila kromosom X autosom nibah X/A jenis kelamin 1 2 0,5 Jantan 2 2 1 Betina 3 2 1,5 Metabetina 4 3 1,33 Metabetina 4 4 1 betina 4n 3 3 1 betina 3n 3 4 0,75 Interseks 2 3 0,67 Interseks 2 4 0,5 Jantan 1 3 0,33 Metajantan Jika kita perhatikan kolom pertama pada Tabel, akan terlihat bahwa ada beberapa individu yang jumlah kromosom X-nya lebih dari dua buah, yakni individu dengan jenis kelamin metabetina, betina triploid dan tetraploid, serta interseks. Adanya kromosom X yang didapatkan melebihi jumlah kromosom X pada individu normal diploid ini disebabkan oleh terjadinya peristiwa yang dinamakan gagal pisah non disjunction, yaitu gagal berpisahnya kedua kromosom X pada waktu pembelahan meiosis. Pada Drosophila terjadinya gagal pisah dapat menyebabkan terbentuknya beberapa individu abnormal seperti nampak pada diagram. P E AAXX x AAXY G gagal pisah gamet AXX AO AX AY F1 AAXXX AAXXY AAXO AAOY betina super betina jantan steril letal Diagram munculnya beberapa individu abnormal pada Drosophila akibat peristiwa gagal pisah Di samping kelainan-kelainan tersebut pernah pula dilaporkan adanya lalat Drosophila yang sebagian tubuhnya memperlihatkan sifat-sifat sebagai jenis kelamin jantan sementara sebagian lainnya betina. Lalat ini dikatakan mengalami mozaik seksual atau biasa disebut dengan istilah ginandromorfi. Penyebabnya adalah ketidakteraturan distribusi kromosom X pada masa-masa awal pembelahan mitosis zigot. Dalam hal ini ada sel yang menerima dua kromosom X tetapi ada pula yang hanya menerima satu kromosom X. Andaikan terjadi nondisjunction selama oogenese pebentukan sel telur akan terbentuk 2 macam sel telur, yaitu sel telur yang membawa 2 kromosom X 3AXX dan sebuah kromosom sel telur tanpa X 3AO. Jika dalam keadaan ini terjadi pembuahan, sudah tentu keturunan akan menyimpang dari keadaan normal, yaitu sebagai berikut Sel telur yang memiliki 2 kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon yang membawa kromosom X akan menghasilkan lalat betina super 3AAXXX yang memiliki 3 kromosom X. Lalat ini tidak lama hidupnya, karena mengalami kelainan dan kemunduran pada beberapa alat tubuhnya. Sel telur yang memiliki 2 kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon yang membawa kromosom Y akan menghasilkan lalat betina yang memliki kromosom Y 3AAXXY. Lalat ini fertile atau subur seperti lalat betina biasa. Gambar perkawinan pada lalat Drosophila melanogaster yang menunjukan adanya nondisjunction selama Oogenesis. Ada kemungkinan dihsilkan lalat betina super 3AAXXX, Lalat betina 3AAXXY, lalat jantan 3AAXO. Lalat YO tidak pernah dikenal karena letal. Sel telur yang tidak memiliki kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon yang membawa kromosom X akan menghasilkan lalat jantan 3AAXO. Lalat ini steril. Sel telur tidak memiliki kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon yang membawa kromosom Y tidak menghasilkan keturunan, sebab letal. Jadi lalat 3AAYO tidak dikenal. Partenogenesis Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan tawon, individu jantan berkembang dengan cara partenogenesis, yaitu melalui telur yang tidak dibuahi. Oleh karena itu, individu jantan ini hanya memiliki sebuah genom atau perangkat kromosomnya haploid. Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja, khususnya pada lebah, berkembang dari telur yang dibuahi sehingga perangkat kromosomnya adalah diploid. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partenogenesis merupakan sistem penentuan jenis kelamin yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kromosom kelamin tetapi hanya bergantung kepada jumlah genom perangkat kromosom. E. Sistem gen Sk-Ts Di atas disebutkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin pada lebah tidak berhubungan dengan kromosom kelamin. Meskipun demikian, sistem tersebut masih ada kaitannya dengan jumlah perangkat kromosom. Pada jagung dikenal sistem penentuan jenis kelamin yang tidak bergantung, baik kepada kromosom kelamin maupun jumlah genom, tetapi didasarkan atas keberadaan gen tertentu. Jagung normal monosius berumah satu mempunyai gen Sk, yang mengatur pembentukan bunga betina, dan gen Ts, yang mengatur pembentukan bunga jantan. Jagung monosius ini mempunyai fenotipe Sk_Ts_. Sementara itu, alel-alel resesif sk dan ts masing-masing menghalangi pembentukan bunga betina dan mensterilkan bunga jantan. Oleh karena itu, jagung dengan fenotipe Sk_tsts adalah betina diosius berumah dua, sedang jagung skskTs_ adalah jantan diosius. Jagung sksktsts berjenis kelamin betina karena ts dapat mengatasi pengaruh sk, atau dengan perkataan lain, bunga betina tetap terbentuk seakan-akan tidak ada alel sk. ZW Pada beberapa jenis kupu, beberapa jenis ikan, beberapa jenis reptil dan burung diketemukan bentuk kromosom kelamin yang berlainan daripada yang telah diterangkan di muka. Yang jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sama bentuknya, maka dikatakan bersifat homogametik. Yang betina bersifat heterogametik, karena satu kromosom kelamin berbentuk seperti pada yang jantan, sedangkan satunya lagi sangat lain bentuknya. Jadi keadaan ini kebalikan dengan manusia, sebab pada manusia, yang laki-laki adalah heterogametik XY sedangkan yang perempuan homogametik XX. Untuk menghindari kekeliruan, maka kromosom kelamin pada hewan-hewan tersebut di atas disebut ZZ dan ZW. Hewan jantan adalah ZZ, sedang yang betina ZW. Jadi, semua spermatozoa mengandung kromosom kelamin Z, sedangkan sel telurnya ada kemungkinan mengandung kromosom dan kelamin Z dan ada kemungkinan mengandung kromosom kelamin W. G. System ZO Pada uggas ayam, itik dan sebagainya susunan kromosomnya lain lagi. Yang betina hanya memiliki sebuah kromosom kelamin saja, tetapai bentuknya lain dengan yang dijumpai pada belalang. Karena itu ayam betina adalah ZO heterogametik. Ayam jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sama bentuknya, maka menjadi ZZ homogametik. Jadi spermatozoa ayam hanya satu macam saja, yaitu membawa kromosom kelamin Z, sedang sel telurnya ada dua macam, mungkin membawa kromosom Z dan mungkin juga tidak memiliki kromosom kelamin sama sekali. H. System Haploid-Diploid Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan tawon, individu jantan berkembang dengan cara partenogenesis, yaitu terbentuknya makhluk dari sel telur tanpa didahului oleh pembuahan. Oleh karena itu, individu jantan ini hanya memiliki sebuah genom atau perangkat kromosomnya haploid. Lebah madu jantan misalnya, bersifat haploid, yang memiliki 6 buah kromosom. Sel telur yang yang dibuahi oleh spermatozoon akan menghasilkan lebah madu betina yang berupa lebah ratu dan pekerja, masing-masing bersifat diploid dan memiliki 32 kromosom. Karena perbedaan tempat dan makanan, maka lebah ratu subur fertil, sedangkan lebah pekerja mandul steril. Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja, khususnya pada lebah, berkembang dari telur yang dibuahi sehingga perangkat kromosomnya adalah diploid. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partenogenesis merupakan sistem penentuan jenis kelamin yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kromosom kelamin tetapi hanya bergantung kepada jumlah genom perangkat kromosom. Pengaruh lingkungan Sistem penentuan jenis kelamin bahkan ada pula yang bersifat nongenetik. Hal ini misalnya dijumpai pada cacing laut Bonellia, yang jenis kelaminnya semata-mata ditentukan oleh faktor lingkungan.. F. Baltzer menemukan bahwa cacing Bonellia yang berasal dari sebuah telur yang diisolasi akan berkembang menjadi individu betina. Sebaliknya, cacing yang hidup di lingkungan betina dewasa akan mendekati dan memasuki saluran reproduksi cacing betina dewasa tersebut untuk kemudian berkembang menjadi individu jantan yang parasitik. Kromatin Kelamin dan Hipotesis Lyon Seorang ahli genetika dari Kanada, Barr, pada tahun 1949 menemukan adanya struktur tertentu yang dapat memperlihatkan reaksi pewarnaan di dalam nukleus sel syaraf kucing betina. Struktur semacam ini ternyata tidak dijumpai pada sel-sel kucing jantan. Pada manusia dilaporkan pula bahwa sel-sel somatis pria, misalnya sel epitel selaput lendir mulut, dapat dibedakan dengan sel somatis wanita atas dasar ada tidaknya struktur tertentu yang kemudian dikenal dengan nama kromatin kelamin atau badan Barr. Pada sel somatis wanita terdapat sebuah kromatin kelamin sementara sel somatis pria tidak memilikinya. Selanjutnya diketahui bahwa banyaknya kromatin kelamin ternyata sama dengan banyaknya kromosom X dikurangi satu. Jadi, wanita normal mempunyai sebuah kromatin kelamin karena kromosom X-nya ada dua. Demikian pula, pria normal tidak mempunyai kromatin kelamin karena kromosom X-nya hanya satu. Dewasa ini keberadaan kromatin kelamin sering kali digunakan untuk menentukan jenis kelamin serta mendiagnosis berbagai kelainan kromosom kelamin pada janin melalui pengambilan cairan amnion embrio amniosentesis. Pria dengan kelainan kromosom kelamin, misalnya penderita sindrom Klinefelter XXY, mempunyai sebuah kromatin kelamin yang seharusnya tidak dimiliki oleh seorang pria normal. Sebaliknya, wanita penderita sindrom Turner XO tidak mempunyai kromatin kelamin yang seharusnya ada pada wanita normal. Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari Inggris mengajukan hipotesis bahwa kromatin kelamin merupakan kromosom X yang mengalami kondensasi atau heterokromatinisasi sehingga secara genetik menjadi inaktif. Hipotesis ini dilandasi hasil pengamatannya atas ekspresi gen rangkai X yang mengatur warna bulu pada mencit. Individu betina heterozigot memperlihatkan fenotipe mozaik yang jelas berbeda dengan ekspresi gen semidominan warna antara yang seragam. Hal ini menunjukkan bahwa hanya ada satu kromosom X yang aktif di antara kedua kromosom X pada individu betina. Kromosom X yang aktif pada suatu sel mungkin membawa gen dominan sementara pada sel yang lain mungkin justru membawa gen resesif. Hipotesis Lyon juga menjelaskan adanya mekanisme kompensasi dosis pada mamalia. Mekanisme kompensasi dosis diusulkan karena adanya fenomena bahwa suatu gen rangkai X akan mempunyai dosis efektif yang sama pada kedua jenis kelamin. Dengan perkataan lain, gen rangkai X pada individu homozigot akan diekspesikan sama kuat dengan gen rangkai X pada individu hemizigot. Referensi Suryo, 2008. Genetika Strata 1. Yogyakarta. UGM Kimball, Jhon W. 1983. Biologi Edisi kelima Jilid 1. Jakarta. Erlangga. Suryo. 2003. Genetika MAnusia. Yogyakarta. UGM Syafitri metode pemeriksaan jenis kelmain. Jurnal PDGI. Jakarta. Ui Organisme Percobaan Genetik Lalat Drosophila Alur Percobaan Dan Pembuktian Membuat subkultur Drosophila. Melakukan pengamatan morfologi Drosophila. Mengisolasi betina virgin. A. Pembuatan Subkultur Drosophila Lakukan pemindahan lalat secara langsung dari botol kultur lama ke botol kultur baru tanpa melalui pembiusan dengan cara meletakkan botol kultur baru di atas botol kultur lama dengan posisi terbalik. Gelapkan botol kultur lama menggunakan tangan atau kertas sehingga lalat akan bergerak naik ke botol kultur baru. B. Pengamatan Morfologi Hentakkan botol kultur pada bantalan karet atau telapak tangan beberapa kali hingga lalat berjatuhan di dekat dasar botol. Bukalah sumbat botol secepatnya, lalu tempatkan botol esterisasi pada mulut botol kultur. Balikkan kedudukan botol tersebut botol esterisasi di bawah botol kultur. Akan tetapi, bila botol kultur berair, biarkan botol tersebut pada kedudukan semula. Peganglah kedua botol erat-erat dan ketuk-ketuklah botol kultur hingga lalat pindah ke botol eterisasi. Segera setelah lalat pindah ke botol eterisasi, tutuplah botol ini dengan sumbat yang dibubuhi sedikit eter. Bila lalat terlihat sudah tidak bergerak lagi, tunggulah 30 detik, lalu keluarkanlah isi botol ke cawan petri, untuk dilakukan pengamatan morfologinya. Untuk memasukkan kembali lalat yang telah diamati, dapat digunakan kerucut kertas sebagai sendok. C. Isolasi Betina Virgin Keluarkan semua lalat dewasa imago dari botol kultur yang sudah banyak mengandung pupa, jangan sampai ada yang tertinggal satu pun. Pindahkan pupa ke dalam sedotan plastik transparan menggunakan pinset secara hati-hati, lalu utuplah kedua ujung sedotan dengan busa. Setelah 4 hingga 5 hari amati lalat yang keluar dari pupa. Lalat betina yang diperoleh adalah virgin. Drosophila digunakan sebagai materi percobaan genetika karena memiliki beberapa sifat yang menguntungkan, antara lain mudah diperoleh, mudah dipelihara, mudah diamati, dapat berkembang biak dengan cepat, serta menghasilkan keturunaan dalam jumlah besar pada setiap masa reproduksinya. Selain itu, lalat Drosophila dapat dibedakan antara lalat jantan dan betinanya. Spesies-spesies Drosophila, khususnya Drosophila melanogaster, mempunyai banyak sekali tipe mutan yang sangat memungkinkan dilakukannya berbagai percobaan mengenai pola pewarisan sifat, sementara tipe liarnya begitu mudah diperoleh dengan cara memasang jebakan makanan berupa buah yang dimasukkan kedalam botol sebagai umpan atau perangkap. Ukuran kromosomnya yang cukup besar dan jumlahnya yang hanya empat pasang menyebabkan lalat ini menarik untuk dijadikan model dalam studi genetika yang melibatkan pengamatan kromosom. Baca Genetika Populasi Menurut Gooenough 1988, tipe-tipe mutan dari lalat Buah Drosophila melanogaster antara lain 1. Short-winges flies Dumpy flies Sayap lalat tipe ini berukuran pendek dan tidak bias terbang karena mempunyai suatu cacatdalam tubuhnya yaitu vestigial gen pada kromosom kedua. Lalat ini mempunyai suatu mutasi terdesakatau terpendam. 2. Curly-winged flies Sayap lalat ini berbentuk keriting karena mempunyai suatu cacat dalam tubuh yaitu “gen keriting” pada kromosom kedua. Sayap keriting ini terjadi karena suatu mutasi dominan yaitu satu salinan gen diubah dan menghasilkan cacat atau kelainan. Jika salinan kedua-duanya orang tuanya adalah mutan, maka lalat ini akan mati. 3. Ebony flies Lalat ini berwarna gelap, hamper hitam di badannya karena di dalam tubuhnya terdapat gen kayu hitam pada kromosom ketiga. Secara normal gen kayu hitam bertanggung jawab untuk membangun pigmen yang member warna pada lalat buah normal. Jika gen kayu hitam ini cacat, maka pigmen yang hitam ini dapat menyebabkan badan pada lalat menjadi hitam semua. 4. Yellow flies Lalat ini mempunyai warna kekuningan disbanding lalat normal karena mempunyai cacat di dalamtubuh yaitu gen kuning pada kromosom x. Gen kuning diperlukan untuk memproduksi suatu pigmen pada lalat hitam normal. Sedangkan pada mutan ini tidak bias menghasilkan pigmen atau gen kuning ini. 5. White-eyed flies Lalat ini mempunyai mata berwarna putih. Seperti lalat mata orange, lalat ini mempunyai cacat dalam tubuh yaitu gen putih, tetapi gen putih cacat total sehingga tidak menghasilkan pigmen merah sama sekali. 6. Orange-eyed flies Lalat ini mempunyai mata yang berwarna seperti warna jeruk karena mempunyai suatu cacat dalam tubuh yaitu gen putih yang secara normal menghasilkan pigmen merah pada mata. Gen putih bekerja secara parsial sehingga memproduksi lebih sedikit pigmen merah disbanding lalat normal. 7. Eye-less flies Lalat ini tadak mempunyai mata karena mempunyai cacat di dalam tubuh yaitu gen buta yang secara normal diinstruksikan sel di dalam larva untuk membentuk mata. 8. Leg-headed flies Lalat ini mempunyai antenna seperti kaki abnormal pada dahi karena mempunyai cacat dalam tubuh yaitu gen antenapegia yang secara normal diinstruksikan untuk merubah beberapa badan untuk menjadi kaki. 9. Bithorax flies Lalat ini mempunyai dua sayap pada tubuhnya akibat kelainan atau cacat pada kromosom. 10. Taxi-flies Lalat ini mempunyai sayap yang membentang ke samping sebesar 75º karena mempunyai cacat pada kromosom nomor 3 lokus 91,0. Lalat buah yang digunakan dalam praktikum adalah lalat tipe liar, ebony dan lalat mata putih. Daur hidup lalat Drosophila relative pendek yaitu terdiri dari tahap-tahap berikut 1 Telur Individu betina dewasa bertelur dua hari setelah keluar dari pupa. Masa bertelur ini berlangsung lebih kurang selama 1 minggu, dengan jumlah telur 50 hingga 75 butir/hari. Telur diletakkan di permukaan makanan. Bentuknya oval, memiliki struktur seperti kait yang berfungsi sebagai pengapung untuk mencegah agar tidak tenggelam ke dalam makanan yang berbentuk cair. Diameternya 0,5 mm sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang. Tahap telur berlangsung selama lebih kurang 24 jam. 2 Larva Larva berwarna putih dengan panjang 4,5 mm dan bersegmen. Mulut berwarna hitam dan bertaring. Larva hidup di dalam makanan dan aktivitas makannya sangat tinggi. Pada tahap larva terjadi dua kali pergantian kulit, dan periode di antara masa pergantian kulit dinamakan stadium instar. Dengan demikian, dikenal tiga stadium instar, yaitu sebelum pergantian kulit yang pertama, antara kedua masa pergantian kulit, dan setelah pergantian yang kedua. Di akhir stadium instar ketiga, larva keluar dari media makanan menuju ke tempat yang lebih kering untuk berkembang menjadi pupa. Secara keseluruhan tahap larva memakan waktu kira-kira satu minggu. 3 Pupa Pupa memiliki kutikula yang keras dan berwarna gelap. Panjangnya 3 mm. Tahap pupa berlangsung sekitar lima hari. 4 Dewasa imago Lalat dewasa yang baru keluar dari pupa sayapnya belum mengembang , tubuhnya berwarna bening. Keadaan ini akan berubah dalam beberapa jam. Lalat betina mencapai umur matang kelamin dalam waktu 12 hingga 18 jam, dan dapat bertahan hidup selama lebih kurang 26 hari. Ukuran tubuhnya lebih panjang daripada lalat jantan. Pada permukaan dorsal, abdomen lalat betina berwarna lebih gelap daripada lalat jantan. Sementara itu, pada bagian kaki lalat jantan terdapat struktur yang dinamakan sisir kelamin sex comb. Lalat betina tidak memiliki struktur ini. Lalat Drosophila jantan berbeda dengan lalat Drosophila betina. Perbedaan tersebut antara lain ukuran tubuh lalat betina lebih panjang dari pada lalat jantan. Pada permukaan dorsal, abdomen lalat betina berwarna lebih gelap dari pada lalat jantan. Sementara itu, pada bagian kaki lalat jantan terdapat struktur yang dinamakan sisir kelamin sex comb sedangkan lalat betina tidak memiliki struktur ini. Abdomen posterior lalat jantan berujung tumpul, sedangkan lalat betina berujung lancip. Pada lalat jantan ujung abdomen posterior memiliki segmen garis garis hitam lebih besar dan warna hitamnya lebih pekat dibandingkan segmen garis hitam di atasnya, sedangkan pada lalat betina ujung abdomen posterior memiliki segmen garis hitam tipis yang relatif sama dengan dorsalnya dari tengah hingga ujung. Subkultur lalat Drosophila adalah proses pemindahan biakan lalat Drosophila ke tempat kultur baru yang bertujuan untuk memperbaharui media dan nutrisi untuk lalat Drosophila. Selain itu, sebkultur juga dimaksudkan untuk memperbanyak jumlah keturunan yang dihasilkan oleh lalat Drosophila. Isolasi betina virgin adalah proses isolasi pupa untuk mendapatkan lalat Drosophila betina yang virgin. Lalat Drosophila betina mencapai umur matang kelamin dalam waktu 12 hingga 18 jam sehingga kemungkinan besar dapat melakukan pembuahan. Selain itu, lalat Drosophila betina juga mempunyai kantung penyimpan sperma untuk menyimpan sperma dari lalat jantan didalam tubuhnya dan sperma yang disimpan itu dapat digunakan untuk melakukan pembuahan sendiri dalam jangka waktu yang panjang. Karena alasan itulah maka dilakukan isolasi terhadap lalat Drosophila betina yang akan digunakan untuk percobaan penyilangan antara dua strain yang berbeda. Individu betina virgin adalah betina yang sama sekali belum pernah dibuahi oleh induk jantan. KESIMPULAN Subkultur lalat Drosophila adalah proses pemindahan biakan lalat Drosophila ke tempat kultur baru yang bertujuan untuk memperbaharui media dan nutrisi untuk lalat Drosophila, serta untuk memperbanyak jumlah keturunan. Morfologi lalat jantan dan lalat betina Drosophila dapat dibedakan sebagai berikut Lalat Drosophila mempunyai beberapa tipe mutan. Berikut ini merupakan beberapa tipe mutan dari Drosophila Isolasi betina virgin adalah proses isolasi pupa untuk mendapatkan lalat Drosophila betina yang virgin. Lalat Drosophila betina virgin ini akan digunakan untuk percobaan penyilangan antara dua strain yang berbeda. Simpan ThreadrachhaliyaaStudent •Gap Year2 tahun yang lalu20TerjawabJawaban 20Yusri AsyifaStudent •XII IPA2 tahun yang lalu0BalasTerverifikasi0Nazhwa Rahma PutriStudent •XI IPA2 tahun yang lalu0BalasBantu JawabPelajaranKuliah Lalat buah Drosophila jantan memiliki dua macam sel gamet haploid dengan rumus kromosom 3AX dan 3AY. Lalat ini memiliki 8 buah atau 4 pasang kromosom yang terdiri atas 3 pasang kromosom tubuh dan 1 pasang kromosom kelamin. Kromosom kelamin atau kromosom seksnya terdiri atas kromosom X dan kromosom Y. Pada waktu terjadi gametogenesis, lalat buah betina hanya dapat menghasilkan satu macam gamet set telur haploid dengan rumus kromosom 3AX sehingga disebut homogamet. Sementara itu, lalat jantan dapat menghasilkan dua macam gamet sel spermatozoa haploid dengan rumus kromosom 3AX dan 3AY sehingga disebut heterogamet. Dengan demikian, jawaban yang tepat ialah 3AX dan 3AY.

sel somatis pada lalat drosophila jantan memiliki rumusan